Sabtu, 30 Mei 2009
AKU DAN MEREKA
Dela, Fida Videla C. Dia adalah anak yang paling menggemaskan sepanjang pertemuan. Gadis kecil ini tak terlihat layaknya gadis kecil, tapi lebih layak disebut kesatria. Polah tingkahnya tak mau kalah dengan anak laki-laki. Terutama saat mengendarai sepeda barunya, dia bisa ngebut dengan kencang dijalanan sekitar kompleks rumahnya. Tapi namanya juga anak kecil, air matanya masih saja bisa mengalir tatkala papanya berteriak melihat tingkahnya yang tak takut pada bahaya.
Dela, dia selalu bersembunyi di balik pagar rumahnya, setiap kali mendengar bunyi motor bututku. Atau sekedar sembunyi di balik pintu dan mengagetkanku. Kemudian tanpa ragu dia bisa mencolek pipiku, bahkan menciumku. Lalu bilang, “Mah, aku pengen tidur di keloni sama mbak Yun.” Haha.... Ada-ada saja. Aku datang kan untuk mengajarinya berhitung matematika, bukan untuk menina bobokkannya.
Ini cerita tentang anak asuhku yang kedua, A.D. Jasmine. Gadis kecil bertubuh jangkung ini, memang memiliki postur tubuh yang oke. Dia selalu murah senyum, bahkan setiap hal bisa menjadi bahan tertawaan. Gadis kecil berusia 10 tahun ini, terlihat lebih suka mengungkapkan isi hatinya dalam bentuk tulisan, dari pada harus menghitung keliling dan luas trapesium.
Ada sebaris kalimat yang tak begitu jelas ku ingat, tertulis di buku tugasnya. Hanya saja aku masih ingat sepenggal kata pujian dia pada seseorang, beginilah kira-kira.
“.... namun bagiku, kamu tetap lebih cool”, itulah kalimat yang tak seluruhnya ku ingat yang pernah dia tulis dalam buku tugas sekolahnya. Dan masih ada beberapa coretan tangannya. Itu hal yang membuatku terkesima pada dia, bukan kemampuannya mencari sumbu simetri bangun datar, tapi kemampuannya mengungkap isi hati. Dialah calon penulis cerpen dan puisi berikutnya.
Sekarang giliran anak laki-laki. Candra. Laki-laki kecil ini selalu menyambutku dengan senyuman setiap kali aku datang. Lalu menutup pintu kamar setelah mempersilahkanku masuk. Oops, jangan salah berpikiran. Dia masih duduk di bangku kelas empat es-de. So, dia belum bisa membuatku tertarik akan jiwa kelelakiannya yang memang belum terlihat benar.
Candra, dia selalu menawar setiap kali aku mulai menulis huruf ef-pe-be dan ka-pe-ka di buku belajarnya.
Lalu dia akan bilang, “benar satu soal, seratus rupiah ya.”
Hah?! Bayangkan jika aku memberinya soal lima puluh soal dan semua berhasil dia kerjakan dengan benar, bukankah upahku seharian mengajarinya tak kan tersisa? Ow, ow, ow ....
Manakala upah yang dia minta tak juga kunjung ku beri, maka dia akan terdiam dan tak mau lagi mengerjakan soal. Sampai akhirnya pada tahap kebosanan dia, mengotak-atik angka yang mungkin bagi dia tidak penting banget.
Kemudian dia akan bekata, “Jam berapa selesainya?”
Dan ketika ku jawab,” setengah jam lagi”, atau ku bilang “nanti kalau jarum jam yang panjang sudah menunjuk angka dua belas”, maka dia akan menawar demikian.
“Lha itu teman-temanku tidak ada yang belajar, mereka semua bermain”, begitu protesnya.
Lalu ku jawab, “Suatu saat nanti, saat mereka masih sibuk mecangkul di sawah kamu sudah bisa seperti Pak eS-Be-Ye menjadi seorang presiden”.
Kata-kata itu muncul begitu saja, sebagaimana ku maksud untuk terus memberinya semangat.
Kemudian dia akan menjawab, ”Aku tak apa-apa selamanya hidup begini saja”.
Lalu aku akan mengelus dada dan bicara pada hati kecilku sendiri.
“Ya Tuhan, bagaimana bisa dia percaya? Sementara dia melihat kehidupanku sekarang tak pantas untuk menjadi acuan. Siang malam belajar sampai dewasa, tapi aku hanya mampu menjadi pengasuh anak-anak. Bukan aku tidak mau berusaha, tapi baru sampai disini engkau memberi kenikmatan yang tak pernah lupa aku syukuri, walau kadang aku ratapi.”
Aditya, ini anak asuhku yang lainnya. Anak paling aneh yang pernah ku temui, karena dia hanya punya dua kata untuk menjawab setiap pertanyaan yang keluar dari mulutku yaitu “ya” dan “tidak”. Anak ini memang sangat aneh. Aku selalu kebinggungan setiap kali menghadapinya. Dia tidak bisa dibentak, ataupun diberi sepatah dua patah kata. Dia kan terus terdiam setiap kali mendengar kata terucap dari mulutku. Sambil sesekali mengusapkan telapak tangannya pada mukanya yang sangat kusut, atau menggarukkan jari-jarinya dirambut kepalanya yang mungkin tak terasa gatal. Dia lebih banyak terdiam, mematung dan terlihat kosong. Selalu membiarkan tangannya menjadi penyangga dagunya yang tidak terlalu berat. Dan membiarkan bibirnya sedikit terbuka sambil sesekali mendesis seperti orang yang sedang putus asa. Lalu akan melenguh, melampiaskan kekesalannya akan waktu yang tak juga habis.
Aku pun hanya mampu terdiam, setiap kali melihat aksinya. Aku tak mampu berbuat apapun, apalagi semenjak orang tuanya berkata, bahwa merekapun tak mampu mengendalikan anaknya. Arghhh.... Disinilah awal dan puncak stress biasa menghantui pikiranku. Dan ku biarkan berlalu seiring dengan berlarinya sang waktu.
Itulah beberapa kisah tentang perjalananku bersama anka-anak asuhku. Sebenarnya masih banyak lagi. Tentang Devi yang suka nangis, Andy kuadrat, Agus yang bisa bikin aku ketakutan karena sms-sms nya, Tariez si ‘ndut nan cerewet, Reyno dan Aldo anak asuhku yang paling baru, Putra yang polos, Asa yang manja dan masih banyak lainnya. You all my students and my friends. Terimakasih akan waktu kalian yang membantuku semakin banyak belajar tentang keragaman hidup.
Selasa, 12 Mei 2009
"........."
ada rasa senang bercampur haru, saat aku tahu, kamu berhasil peroleh apa yang selama ini sangat kamu harapkan. setidaknya aku turut bergembira, atas segala nikmat yang kamu peroleh, karena setiap senyuman yang tersungging di bibirmu adalah semangat bagiku.
Namun begitu, ada rasa tak rela saat harus melepasmu jauh, walau hanya sesaat. tanpa pernah ku meragu akan kehadiranmu lagi untukku. hanya saja, rasanya, hampir setiap insan akan merasakan apa yang aku rasakan, ketika hampir saja berpisah dengan belahan jiwa. harapanku akan dirimu yang membuatku tak ingin membayangkan tentang hari sepiku tanpamu nanti.
hari ini, aku kembali menghitung waktu. detik demi detik waktu yang terasa semakin sempit buat kita. rasanya tak pernah ingin melepasmu. belum pernah aku merasakan tanpamu terlalu lama, karena hampir setiap saat aku selalu merasakan kehadiranmu di dekatku.
i love you...
i need you...
Jumat, 08 Mei 2009
sebuah rasa
Di antara segenap rasa yang ku punya
di antara segenap asa yang ku pendam dalam jiwa
di antara segenap perbedaan yang tak bisa buat kita jadi sempurna
aku masih saja galau dengan kenyataan yang mengoyak jiwa
jika rasa, hati dan mata tak pernah ada
mungkin tak kan pernah ada luka
tapi,
jika semua itu tak pernah ada
tak kan pernah ada pelajaran dalam hidupku
Sabtu, 28 Maret 2009
BAGAIMANA UNTUK MENJADI BAHAGIA
kata temen SMA ku yang beberapa bulan yang lalu kirim email buatku, tapi baru sempat ku baca adalah seperti ini neh:
1. kejar tujuan yang bisa dicapai
2. senyum yang tulus
3. Berbagi dengan Yang Lain
4. Bantu Tetanggamu
5. pertahankan semangat jiwa muda
6. Akur dengan yang Kaya, Miskin, Cantik dan Jelek
7. Tetap Tenang di Bawah Tekanan
8. Cairkan Suasana dengan Humor
9. Memaafkan Yang Lain
10. Berteman
11. Bekerjasamalah untuk Menuai Hasil yang Lebih Besar
12. Hargai Setiap Detik Yang Tersayang
13. Percaya Diri Tinggi
14. Hormati Yang Kurang Beruntung
15. Sekali-kali Manjakan Diri Sendiri
16. Jelajahi Dunia Maya di kala Senggang
17. Ambil Resiko yang Sudah Diperkirakan
18. Paham Bahwa Uang Bukan Segalanya
nah, gitu tuh katanya. moga bermanfaat...
Selasa, 17 Februari 2009
semua ada hikmahnya
seketika emosiku memuncak. spontan ku teriaki laki-laki itu dengan nada yang cukup emosional "dasar wong edan!!!" kata-kata itu muncul gitu aja dari mulutku. Ku kejar laki-laki menyebalkan itu, yang akhirnya bisa ku djajari dia di lampu merah dekat hotel Asia. Secepatnya ku maki orang itu, lalu ku geber motorku. dadaku berdegub kencang banget menahan emosi, tangan dan kakiku gemetaran. emosi sesaatku telah terlampiaskan.
sebenarnnya aku ingin menemui "Si Ndut" my boy friend untuk marah-marah. aku kesel banget, sama "Si Ndut" yang super sexy ini.. dah beberapa hari ku tunggu telp nya, tapi hape ku ga pernah bunyi. setiap kali ku tanya "kenapa ga telp?", jawabnya "lupa".
auwww..... dah seminggu dia ga telp. tiga kali ku tanya, jawabnya selalu sama. Sedih, campur kesel juga. Tapi gara-gara orang gila yang hampir membuatku mencium aspal itu, aku jadi lupa akan kemarahanku pada "Si Ndut". Tanpa ku sadari bibirku dah nyerocos tentang kejadian yang baru aja ku alami padanya, dan dengan santainya dia mengusap rambutku sambil bilang "makanya jangan emosian mulu, kamu sih marah-marah terus..."
hmmmm..... makasih ya mas-mas yang di jalan dah bikin ku lupa ma kemarahanku pada pacarku, tapi lain kali kalo jalan ati-ati dunk... jalanan milik banyak orang tuw....
Jumat, 13 Februari 2009
Kala Hujan di Jogja
Sabtu ini udara terasa begitu dingin. Awan mendung menyelimuti kota Jogja. Jalanan masih sepi. Mungkin orang-orang masih enggan bercengkerama dengan dinginnya kabut dan rintik-rintik hujan. Atau mungkin mereka masih merasa nyaman bergelut bersama guling diantara hangatnya lipatan-lipatan selimut.
Sudah sehari semalam aku mengunjungi kota ini, mencari sesuatu yang sempat hilang dari hatiku tiga bulan yang lalu, tapi tak juga kutemukan. Aku berjalan menyusuri jalanan menuju ke arah terminal bus antar kota. Sejenak kupandangi sekelilingku. Tidak ada yang berbeda. Hanya kali ini aku harus meninggalkan Jogja tanpa diantar oleh siapapun, melainkan aku harus pergi sendiri.
Aku segera naik ke dalam bus jurusan Jogja-Surabaya. Aku ambil posisi tempat duduk paling depan. Ku rebahkan tubuhku di sandaran kursi. Sayup-sayup terdengar alunan suara merdu Glenn Fredly terdengar memecah kebisuan penumpang yang tenggelam dalam dinginnya udara karena hujan. Januari. Lagu lama yang cukup menyentuh hati itu dibawakan begitu apik, hingga mampu membawa angganku melayang cukup jauh. Mataku terpejam. Pikiranku melayang akan kenangan bersamamu di sudut kota ini.
"Kamu mau ngomong masalah apa? Cepatlah bicara, aku harus segera kembali ke kampus. hari ini aku ada kuliah." Katamu tiga bulan yang lalu mengawali pertemuan kita yang sempat menjadi bisu.
Aku masih terdiam. Tertunduk lesu, tidak tahu harus berbicara apa. Aku capai. Aku baru saja datang dari luar kota. Tidakkah kamu ingin mengelusku atau meminjamkan sejenak pundakmu, agar aku bisa melepaskan penat? Aku kangen pada kebersamaan yang telah kita jalani selama tiga tahun lebih.
"Kenapa diam? Ayolah jangan buang-buang waktu", lanjutmu.
Sejenak ku tatap wajahmu. Tak ada lagi senyum. Hanya warna merah membakar wajahmu seakan kamu begitu tidak berkenan dengan kehadiranku di tempat ini. Aku tersenyum.
"Apa kabar? Bagaimana ujianmu hari ini?", kataku berusaha mendinginkan suasana.
"Ya belum taulah. Kan ujiannya baru saja dilaksanakan tadi, mana aku tahu ujianku berhasil atau nggak", jawabmu begitu ketus.
Miris. Ada rasa sakit terasa begitu menyayat hatiku. Kamu telah berubah. Kamu bukan orang yang pernah ku kenal beberapa tahun yang lalu, yang tidak pernah berani membentakku apalagi membuatku menangis. Hilang kata-kata penuh kelembutan yang selama ini selalu kamu tebar menghias indahnya hari-hariku. Dulu kamu selalu tersenyum, meskipun aku selalu marah-marah setiap kali apa yang kamu lakukan tak berkenan di hatiku.
"Kamu masih marah sama aku?" ucapku mencari kepastian.
"Aku nggak marah. Bukannya kamu yang marah dari kemarin?", jawabmu.
"Kita harus bicarakan hubungan kita. Aku nggak mau seperti ini. Sakit." Kataku sambil menahan rasa yang begitu mencekik dikerongkonganku.
"Apalagi yang harus dibicarakan?" tanyamu sambil memandangku.
"Kamu masih sayang kan sama aku?", tanyaku lirih.
"Sudahlah…." Jawabmu singkat.
"Kenapa?", kejarku.
"Kamu nggak ngerti, hatiku sudah sakit banget. Aku capai, aku pengin suasana lain", katamu dengan terus memandang langit-langit ruangan yang terasa tak menarik bagiku.
Aku terdiam sejenak. Kurasakan rasa sakit yang amat sangat menjalar di seluruh pembuluh darahku. Nafas ini seperti tersendat. Aku yakin, kamupun merasakan rasa yang amat sangat sakit seperti ini. Karena aku percaya bukan hanya aku yang terluka.
"Kenapa? Apa aku begitu bersalah hingga kamu tak ingin memperbaiki semua ini lagi?", ucapku lirih.
"Aku capai kamu selalu marah, kamu selalu nggak percaya sama aku", katamu dengan lirih pula.
"Bagaimana aku bisa percaya? Kamu selalu banyak alasan setiap kali aku ingin bertemu denganmu. Kamu bilang, kamu nggak boleh membawa cewek ke kos kamu. Tapi buktinya kemarin nggak apa-apa kan waktu kamu membawaku ke sana? Kamu bilang, kamu diawasi oleh tante kamu disini. Kenapa kamu harus takut? Bukankah orangtuamu sudah menyetujui hubungan kita? Kenapa pula kamu selalu beralasan setiap kali aku ingin kamu datang menemuiku? Sebegitu sibukkah kamu dengan tugas kuliahmu, sampai kamu nggak pernah punya waktu untukku? Kamu pikir aku beda denganmu? Nggak. Aku juga kuliah, aku juga punya tugas sepertimu. Aku nggak minta kamu setiap hari untukku, bukan berarti pula sampai beberapa bulan kamu boleh nggak menemuiku seperti ini." Nada protesku begitu panjang. Seakan pertanyaan yang sekian waktu terpendam dalam batinku meluap menenggelamkan suasana yang begitu panas.
"Sudahlah, nggak ada lagi yang perlu dijelaskan. Keputusanku sudah bulat. Aku ingin berkonsentrasi pada kuliahku. Aku ingin sendiri saat ini, tidak ingin terganggu dengan apapun", katamu seakan memupus harapan yang sudah ku bawa berpuluh-puluh kilometer jauhnya.
"Lalu bagaimana dengan hubungan kita? Tiga tahun lebih kita jalani semua ini. Banyak hal sanggup kita hadapi, kenapa kali ini tidak?" Masih saja aku mencari kepastian diantara sesuatu yang sudah terasa begitu pasti.
"Kamu tidak pernah tahu seperti apa perasaanku selama ini. Sudahlah kamu harus pulang, sebentar lagi sore. Nanti kamu kemalaman sampai di rumah. Akupun harus segera kembali ke kampus, aku ada praktek hari ini." Ucapmu seakan ingin mengakhiri pembicaraan juga pertemuan kita.
Aku terdiam. Ku tatap wajahmu dalam-dalam. Aku berharap bisa menemukan jawab akan pertanyaanku selama ini, mengapa kamu ingin mengakhiri semuanya? Akan tetapi tidak secuilpun jawaban ku temukan di sana, seakan aku tak lagi mengenalmu. Kamu benar-benar berbeda. Bukan teman SMAku yang jail. Bukan pacarku yang selalu penuh kejutan. Tapi kamu seperti tenggelam. Tenggelam oleh dirimu yang baru saja terlahir kembali.
"Hei, sudahlah jangan menagis. Masih ada orang yang lebih sempurna yang mampu membahagiakanmu," katamu sambil mengusap air mata yang tak ku sadari telah membasahi kedua pipiku.
"Aku sayang sama kamu, tapi kali ini aku hanya bisa menyayangimu sebagai teman dan adik saja" lanjutmu.
Aku masih saja membisu. Tiba-tiba kamu mencium keningku, masih terasa seperti hari-hari kemarin. Senyumpun mulai terlihat dibibirmu yang sejak tadi terasa begitu kaku. Ada rasa aneh tiba-tiba menjalar di seluruh pembuluh darahku. Aku seperti menemukanmu kembali. Kali ini aku kembali percaya bahwa kamu nggak pernah pergi dari dalam hatiku. Karena apa? Karena senyum itu masih terasa begitu manis dimataku.
"Hahahaha…." Tiba-tiba saja tawa itu begitu lepas keluar dari kedua bibir kita. Aneh. Aku tidak mengerti kenapa tawa itu bisa mengalir begitu lancar, kemana rasa sakit yang tadi terasa begitu mendera hati kita?
"Ayo ku antar kamu menunggu bus." Ucapmu menghentikan tawa kita.
Kamu bergegas mengantarku ke terminal bus antar kota. Tidak banyak yang kita bicarakan sepanjang jalan. Kita tenggelam dalam kebisuan dan fikiran masing-masing.
"Itu bus yang biasanya kamu naiki. Masuklah, sebelum busnya penuh dengan penumpang", katamu setelah sampai di terminal bus.
"Nanti saja kalau busnya sudah mau jalan. Lagian tidak mungkin busnya penuh. Kalau sudah sore begini bus Jogja-Surabaya biasanya sepi." Kataku beralasan, padahal sebenarnya aku hanya tidak ingin berpisah denganmu.
"Ayolah, Aku harus segera kembali ke kampus. Setengah jam lagi aku ada praktek. Aku tidak boleh terlambat", ucapmu memohon kepadaku.
"Tapi aku masih ingin bersamamu", kataku lirih.
"Kamu nggak usah manja-manja lagi. Ingat, aku bukan cowokmu lagi. Kamu harus pulang sekarang!!!" Katamu dengan suara tinggi seakan begitu emosi dengan sikapku yang belum juga berubah.
Aku kaget, baru kali ini aku mendengar kamu bisa membentakku. Mataku mulai berkaca-kaca. Tawa yang baru saja lepas dari bibir kita seakan telah kembali berlari menjauh. Benarkah aku sudah kehilanganmu?
"Ya sudah, pulanglah. Nanti kamu terlambat kuliah," kataku sambil berpaling berusaha menyembunyikan air mata yang tak lagi bisa ku bendung.
"Kamu masuklah dulu ke dalam bus. Aku akan disini menunggu busnya sampai berjalan. Kamu harus pulang," katamu memohon kepadaku.
"Aku pasti pulang, kamu nggak perlu khawatir." Aku berusaha meyakinkanmu bahwa aku tidak akan apa-apa tanpamu.
"Kamu jangan keras kepala. Ayo naik bus! Jangan buat aku menjadi marah lagi sama kamu!" Kali ini suaramu begitu keras.
Ku tatap sejenak wajahmu. Rona merah itu kembali menyala membakar wajahmu. Aku berlari meninggalkanmu menuju arah bus dengan membawa segenap rasa kecewa yang tak pernah bisa kulukiskan. Sesampainya dipintu bus aku membalikkan badanku. Ku lihat kamu bejalan sedikit tergesa ke arahku. Aku masih terdiam. Menahan sakit yang teamat sangat menganjal di setiap persendianku.
Perlahan bus mulai berjalan meninggalkan pelataran parkir terminal. Aku masih memandangimu dari kaca, melihatmu yang terus berjalan mengikuti arah bus. Kali ini benar-benar ada yang hilang. Jarak itu terasa semakin menjauh, dan tiba-tiba tubuhmu menghilang. Aku berusaha mencarimu di setiap sudut kota yang mulai gelap oleh mendung. Rupanya matahari sudah enggan membantuku menemukanmu. Aku terduduk lemas di atas kursi dan mulai menyadari bahwa semua memang sudah berakhir.
"Mbak, mbak …", ada suara terdengar mengagetkan di sampingku.
Aku menoleh. Ada seorang kondektur berdiri disampingku membawa segelas air mineral. Aku tersenyum, sambil ku usap air mata yang tak kusadari telah mengalir membasahi kedua pipiku. Aku baru tersadar, kalau aku baru saja teringat kejadian memilukan tiga bulan yang lalu. Cepat-cepat ku ulurkan selembar uang puluhan ribu ke arahnya untuk membayar karcis dan menerima minuman yang diberikannya. Diapun menerimanya sambil tersenyum.
"Dari mana atau mau kemana Mbak?", tanyanya berusaha memecah kepiluanku.
"Mau pulang Pak." Jawabku sambil terus berusaha mengembangkan senyum.
"Ooo…. Habis bertemu dengan pacarnya ya Mbak? Perpisahan itu biasa Mbak, tidak perlu ditangisi. Kan besok masih bisa bertemu lagi", katanya berusaha menebak hatiku. Mungkin ia memperhatikan aku yang tidak sadar sudah menagis dari tadi.
"Ah, nggak Pak. Lagunya Glenn dalam banget. Nggak sadar saya terhanyut dalam lantunan suaranya", aku berusaha mengelak.
Ia hanya tersenyum. Kemudian berlalu meninggalkanku. Aku menghela nafas panjang-panjang. Berharap mampu mengubur kenangan buruk itu dan mengumpulkan kembali sisa-sisa semangatku yang sempat menghilang beberapa waktu.
Selamat tinggal Jogja. Aku titipkan separuh hatiku disini. Semoga saja kamu bisa menjaganya dan tidak akan membuatnya kembali tersayat. Aku tidak tahu kapan lagi aku akan menginjakkan kakiku disini. Mungkin besok kalau aku sudah bisa membalut luka ini, atau mungkin aku tidak akan pernah mengunjungimu lagi.
Sabtu, 31 Januari 2009
KIAT MENINGKATKAN KEMESRAAN DALAM HUBUNGAN PERCINTAAN
- Lakukan sesuatu yang baik dan menyenangkan pada diri anda dan kemudian lakukan hal yang sama pada pasangan anda.
- Belajarlah mencintai diri anda sendiri dan cintailah pasangan anda seperti anda mencintai diri anda.
- Pikirkan saat-saat yang indah dengan pasangan anda dan pikirkan saat-saat itu lagi.
- Maafkan diri anda untuk kesalahan-kesalahan anda dan bergeraklah tanpa penyesalan. Kemudian ciptakan saat-saat indah yang pernah anda lalui dengan pasangan anda kembali.
- Tetapkan tujuan cinta anda dan mulailah mengatur jalan baru anda untuk mengatur arah perubahan yang anda harapkan.
- Tunjukkan sisi anda yang paling lucu pada pasangan. Senyum dan senyum lagi. Kembangkan sikap positif dengan melihat sisi terang untuk perubahan.
- Jalani hidup dan cinta sampai sepenuh-penuhnya.
- Jangan biarkan perselisihan merusak cinta anda. Jangan biarkan waktu anda habis untuk memupuk pertengkaran, dan jangan sungkan untuk minta maaf.
- Jangan membiarkan perilaku negative memerintah kehidupan anda.
- Rawat diri secara baik. Pikirkan dari tubuh yang sehat akan diterjemahkan menjadi cinta yang sehat pula.
- Tidurlah yang pulas. Karena dengan tidur yang pulas berarti anda menyayangi diri anda sendiri. Andapun punya banyak hal untuk ditawarkan pada pasangan anda.
- Sediakan waktu untuk memberikan hadiah yang tulus kepada cinta dengan memberikan banyak pujian. Jalan menuju cinta dibangun dengan komitmen untuk dermawan kepada pasangan.
- Limpahkan ungkapan cinta kepada pasangan anda karena kita akan merasa dekat dengan orang-orang yang membuat kita merasa senang.
- Pupuk cinta anda dengan kehangatan dan itikad baik dengan memberi panghargaan, hal ini akan mengilhami pasangan untuk membahagiakan anda.
- Cari dan temukan kebaikan dalam pasangan anda. Hal ini akan medorong anda untuk membuat pilihan yang lebih baik lagi.
- Sediakan waktu untuk pelukan dan belaian sayang setiap hari. Sentuhan hebat anda berkhasiat pada penyembuhan.
- Nikmatilah cinta anda dengan merencanakan hal-hal istimewa dengan pasangan anda.
- Katakan kepada pasangan, anda ingin menyukai apapun yang dia sukai. Lewatkan sepanjang hari untuk berdua dengannya.
- Buat kencan berdua dengan makan malam yang istimewa dan tempat yang istimewa.
- Kirim kartu ucapan mesra tanpa sebab dan berikan kejutan-kejutan tak terduga.
- Pupuk cinta anda dengan kasih sayang, pengertian, penerimaan dan pemaafan.
- Bicaralah secara terbuka dan jujur tentang perbedaan kemudian carilah solusi secara bersama.
- Pondasi cinta yang baik adalah kepercayaan dan kepercayaan, karena percaya adalah penenang yang hebat dalam hubungan yang baik.
(tabloid wanita Aura)