Ini cerita tentang sepenggal kecil perjalanan hidupku dan pekerjaan yang sedang ku tekuni saat ini. Sebagai pengasuh beberapa anak kecil usia sekolah, terutama seusia anak-anak es-de, banyak sekali pengalaman yang aku peroleh. Ada hal yang terasa lucu, bahkan tak kurang hal-hal yang bisa memancing emosiku. Setiap hari, aku berhadapan dengan anak yang berbeda, dengan tingkah yang berbeda pula antara anak laki-laki dan perempuan.
Dela, Fida Videla C. Dia adalah anak yang paling menggemaskan sepanjang pertemuan. Gadis kecil ini tak terlihat layaknya gadis kecil, tapi lebih layak disebut kesatria. Polah tingkahnya tak mau kalah dengan anak laki-laki. Terutama saat mengendarai sepeda barunya, dia bisa ngebut dengan kencang dijalanan sekitar kompleks rumahnya. Tapi namanya juga anak kecil, air matanya masih saja bisa mengalir tatkala papanya berteriak melihat tingkahnya yang tak takut pada bahaya.
Dela, dia selalu bersembunyi di balik pagar rumahnya, setiap kali mendengar bunyi motor bututku. Atau sekedar sembunyi di balik pintu dan mengagetkanku. Kemudian tanpa ragu dia bisa mencolek pipiku, bahkan menciumku. Lalu bilang, “Mah, aku pengen tidur di keloni sama mbak Yun.” Haha.... Ada-ada saja. Aku datang kan untuk mengajarinya berhitung matematika, bukan untuk menina bobokkannya.
Ini cerita tentang anak asuhku yang kedua, A.D. Jasmine. Gadis kecil bertubuh jangkung ini, memang memiliki postur tubuh yang oke. Dia selalu murah senyum, bahkan setiap hal bisa menjadi bahan tertawaan. Gadis kecil berusia 10 tahun ini, terlihat lebih suka mengungkapkan isi hatinya dalam bentuk tulisan, dari pada harus menghitung keliling dan luas trapesium.
Ada sebaris kalimat yang tak begitu jelas ku ingat, tertulis di buku tugasnya. Hanya saja aku masih ingat sepenggal kata pujian dia pada seseorang, beginilah kira-kira.
“.... namun bagiku, kamu tetap lebih cool”, itulah kalimat yang tak seluruhnya ku ingat yang pernah dia tulis dalam buku tugas sekolahnya. Dan masih ada beberapa coretan tangannya. Itu hal yang membuatku terkesima pada dia, bukan kemampuannya mencari sumbu simetri bangun datar, tapi kemampuannya mengungkap isi hati. Dialah calon penulis cerpen dan puisi berikutnya.
Sekarang giliran anak laki-laki. Candra. Laki-laki kecil ini selalu menyambutku dengan senyuman setiap kali aku datang. Lalu menutup pintu kamar setelah mempersilahkanku masuk. Oops, jangan salah berpikiran. Dia masih duduk di bangku kelas empat es-de. So, dia belum bisa membuatku tertarik akan jiwa kelelakiannya yang memang belum terlihat benar.
Candra, dia selalu menawar setiap kali aku mulai menulis huruf ef-pe-be dan ka-pe-ka di buku belajarnya.
Lalu dia akan bilang, “benar satu soal, seratus rupiah ya.”
Hah?! Bayangkan jika aku memberinya soal lima puluh soal dan semua berhasil dia kerjakan dengan benar, bukankah upahku seharian mengajarinya tak kan tersisa? Ow, ow, ow ....
Manakala upah yang dia minta tak juga kunjung ku beri, maka dia akan terdiam dan tak mau lagi mengerjakan soal. Sampai akhirnya pada tahap kebosanan dia, mengotak-atik angka yang mungkin bagi dia tidak penting banget.
Kemudian dia akan bekata, “Jam berapa selesainya?”
Dan ketika ku jawab,” setengah jam lagi”, atau ku bilang “nanti kalau jarum jam yang panjang sudah menunjuk angka dua belas”, maka dia akan menawar demikian.
“Lha itu teman-temanku tidak ada yang belajar, mereka semua bermain”, begitu protesnya.
Lalu ku jawab, “Suatu saat nanti, saat mereka masih sibuk mecangkul di sawah kamu sudah bisa seperti Pak eS-Be-Ye menjadi seorang presiden”.
Kata-kata itu muncul begitu saja, sebagaimana ku maksud untuk terus memberinya semangat.
Kemudian dia akan menjawab, ”Aku tak apa-apa selamanya hidup begini saja”.
Lalu aku akan mengelus dada dan bicara pada hati kecilku sendiri.
“Ya Tuhan, bagaimana bisa dia percaya? Sementara dia melihat kehidupanku sekarang tak pantas untuk menjadi acuan. Siang malam belajar sampai dewasa, tapi aku hanya mampu menjadi pengasuh anak-anak. Bukan aku tidak mau berusaha, tapi baru sampai disini engkau memberi kenikmatan yang tak pernah lupa aku syukuri, walau kadang aku ratapi.”
Aditya, ini anak asuhku yang lainnya. Anak paling aneh yang pernah ku temui, karena dia hanya punya dua kata untuk menjawab setiap pertanyaan yang keluar dari mulutku yaitu “ya” dan “tidak”. Anak ini memang sangat aneh. Aku selalu kebinggungan setiap kali menghadapinya. Dia tidak bisa dibentak, ataupun diberi sepatah dua patah kata. Dia kan terus terdiam setiap kali mendengar kata terucap dari mulutku. Sambil sesekali mengusapkan telapak tangannya pada mukanya yang sangat kusut, atau menggarukkan jari-jarinya dirambut kepalanya yang mungkin tak terasa gatal. Dia lebih banyak terdiam, mematung dan terlihat kosong. Selalu membiarkan tangannya menjadi penyangga dagunya yang tidak terlalu berat. Dan membiarkan bibirnya sedikit terbuka sambil sesekali mendesis seperti orang yang sedang putus asa. Lalu akan melenguh, melampiaskan kekesalannya akan waktu yang tak juga habis.
Aku pun hanya mampu terdiam, setiap kali melihat aksinya. Aku tak mampu berbuat apapun, apalagi semenjak orang tuanya berkata, bahwa merekapun tak mampu mengendalikan anaknya. Arghhh.... Disinilah awal dan puncak stress biasa menghantui pikiranku. Dan ku biarkan berlalu seiring dengan berlarinya sang waktu.
Itulah beberapa kisah tentang perjalananku bersama anka-anak asuhku. Sebenarnya masih banyak lagi. Tentang Devi yang suka nangis, Andy kuadrat, Agus yang bisa bikin aku ketakutan karena sms-sms nya, Tariez si ‘ndut nan cerewet, Reyno dan Aldo anak asuhku yang paling baru, Putra yang polos, Asa yang manja dan masih banyak lainnya. You all my students and my friends. Terimakasih akan waktu kalian yang membantuku semakin banyak belajar tentang keragaman hidup.
Sabtu, 30 Mei 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
nice story... terharu aq membacanya...
BalasHapussmua yg kau lakukan kan kau tuai hasilnya.. percaya semua tu adalah amal jariyah yg kau berikan u adik" asuhmu.. dan imbalannya sangat besar kelak Yun.. tetep semangat
www.omahkoco.blogspot.com